Jumat, 08 April 2011

KH Abdul Muhaimin: Merangkai Keberagaman

Kamis, 13 Januari 2011 12:34
KH Abdul Muhaimin

KH Abdul Muhaimin: Merangkai Keberagaman

Oleh Irene Sarwindaningrum
Lewat berbagai kegiatan kemanusiaan yang digelutinya, KH Abdul Muhaimin memiliki misi lebih luas. Dia berupaya merajut kedamaian lintas agama dalam bingkai kebinekaan bangsa.
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummahat di Kotagede, Yogyakarta, itu berusaha mewujudkan misinya dengan beragam cara. Pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Merapi, November 2010, KH Abdul Muhaimin (57) mengunjungi 13 gereja di DI Yogyakarta yang menampung pengungsi beragama Islam.
Kunjungan itu dilakukan setiap hari menjelang maghrib, selama hampir satu bulan. Di gereja-gereja itu KH Muhaimin memberikan siraman rohani kepada para pengungsi dan memimpin acara pengajian.
Sosok KH Muhaimin telah dikenal dalam berbagai gerakan perdamaian antaragama di Yogyakarta. Pada 24 Maret 1997, bersama 70 pemuka agama lainnya, KH Muhaimin mendeklarasikan berdirinya Forum Persaudaraan Umat Beragama (FPUB). Deklarasi dilakukan di Pondok Pesantren Nurul Ummahat yang didirikannya karena saat itu tidak ada yang berani menjadi tempat deklarasi FPUB.
Pendeklarasian FPUB berkaitan dengan seringnya terjadi kerusuhan yang mengatasnamakan agama. Hingga saat ini dia masih aktif sebagai Koordinator FPUB yang terus mengampanyekan perdamaian dalam keberagaman.
Kunjungan ke gereja-gereja yang dia lakukan saat erupsi Merapi merupakan salah satu upaya meredam konflik agama. Kegiatan ini dimulai menyusul peristiwa pengusiran 200 pengungsi Merapi dari Gereja Katolik Ganjuran, Bantul, DI Yogyakarta, oleh sekelompok orang.
"Kelompok ini mengusung isu Kristenisasi dan melarang pengungsi bernaung di gereja. Padahal, saya sama sekali tidak melihat adanya upaya Kristenisasi saat itu. Ulah kelompok ini justru menambah kekhawatiran pengungsi yang tengah gundah dan membuat pihak gereja ketakutan," katanya.
Erat hubungan
KH Muhaimin menuturkan, Al Quran memberikan kisah-kisah dramatis mengenai eratnya hubungan Muslim-Kristiani pada zaman dulu. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya tidak pernah ada masalah di antara agama-agama tersebut.
Menurut bapak delapan anak ini, meruncingnya konflik akibat perbedaan agama di Indonesia merupakan imbas dari politik internasional Amerika Serikat yang diskriminatif terhadap masyarakat Muslim. Kondisi ini juga dipicu oleh kebijakan yang menekan dari pemerintah Orde Baru.
"Masyarakat Indonesia sekarang ini sebenarnya korban dari semua keruwetan politik itu. Sebenarnya, bangsa Indonesia dari dulu adalah bangsa yang rukun dan bisa menghargai perbedaan," tuturnya.
Keprihatinan akan meningkatnya permasalahan karena perbedaan agama ini membuat KH Muhaimin mengambil tindakan-tindakan yang sering mendapat kecaman dari rekan-rekannya sendiri.
Kecaman ini datang salah satunya karena dia sering menerima undangan untuk memberikan sambutan dalam peringatan Natal. Jumat pekan pertama tahun 2011, KH Muhaimin kembali diundang memberikan sambutan dalam peringatan Natal di sebuah institusi pemerintah.
Dari tempat memberikan sambutan pada perayaan Natal itu, KH Muhaimin langsung berangkat ke masjid untuk shalat Jumat. "Kegiatan saya di gereja atau memberikan sambutan pada peringatan Natal tak mengurangi keislaman saya. Toh, saya tidak pernah mengikuti ritus agama lain," tuturnya.
Persahabatan
Namun, selain kecaman, keteguhan dan keterbukaannya dalam mengupayakan perdamaian lintas agama ini mendatangkan persahabatan dari beragam kalangan dan agama di seluruh dunia.
Sejak 1990-an, KH Muhaimin membuka pintu pondok pesantren asuhannya bagi semua pemeluk agama yang ingin mengetahui kehidupan masyarakat Islam di Indonesia. Dalam buku tamu pondok pesantren yang berada di tengah perkampungan itu tercatat banyak pemeluk agama lain, seperti pemuka agama Buddha, Katolik, Kristen, dan Hindu, dari dalam dan luar negeri.
Chika Yoshida, mahasiswi Buddha asal Universitas Chiba, Jepang, pernah tinggal di Pondok Pesantren Nurul Ummahat selama 1,5 bulan. "Satu-satunya komunitas Muslim yang tak bisa ditembus globalisasi adalah komunitas pesantren," tulis Yoshida di buku tamu.
Pondok pesantren khusus putri itu telah dikunjungi tamu dari 70 negara, termasuk komunitas agama dari Palestina, utusan Presiden AS Barack Obama, dan para biksu Buddha. Mereka meninggalkan kesan positif.
KH Muhaimin mengatakan, membuka pintu pondok pesantren adalah upaya memberikan jalan bagi masyarakat yang berbeda agama untuk belajar satu sama lain dan untuk saling menerima.
Kesadaran akan keberagaman itu tumbuh dari masa kanak-kanak Muhaimin. Terlahir dalam keluarga Nahdlatul Ulama di tengah masyarakat Muhammadiyah, Muhaimin telah mengenal perbedaan sejak kecil. "Saya selalu puasa dan merayakan Idul Fitri berbeda dengan para tetangga saya. Namun, bagi saya, perbedaan itu justru indah karena tetangga pun menghormati kami," tuturnya.
Erupsi Merapi meninggalkan beragam pekerjaan rumah untuk diselesaikan. Dia kini tengah sibuk membantu pembangunan kembali saluran-saluran air dan penghijauan kembali hutan lereng Merapi yang rusak akibat lahar dan awan panas.
Misi untuk merajut perdamaian dalam keberagaman itu masih terus diusungnya. Untuk pemasangan pipa air, misalnya, dia bekerja sama dengan biarawati Katolik di kawasan tersebut. Dia juga berkoordinasi dengan Yoseph Suyatno Hadiatmojo Pr, pastor di Gereja Somohitan, Girikerto, Turi, Sleman, Koordinator Kampanye Damai FPUB yang juga tengah memasang pipa saluran air di bagian barat Sungai Boyong.
Untuk penghijauan, KH Muhaimin merancang penanaman pohon oleh anak-anak dari berbagai agama. Di tangannya, kemanusiaan pun menjadi alat untuk menggapai kemanusiaan yang lebih luas.
*** KH Abdul Muhaimin
  • Lahir: Kotagede, Yogyakarta, 13 Maret 1953
  • Penghargaan: - Tasrif Award - Penghargaan dari Sultan Hamengku Buwono X sebagai Kiai Pemerhati Kebudayaan
  • Pekerjaan: - Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummahat, Kotagede, Yogyakarta.
  • Jabatan: - Koordinator FPUB - Ketua Konsorsium Toya Mili - Ketua Konsorsium Palem - Ketua Indonesia Conference on Religion and Peace - Dewan Pembina Impulse - Beberapa jabatan di organisasi nirlaba lainnya.
Sumber : Kompas Cetak | Kamis, 13 Januari 2011

Kamis, 07 April 2011

Menggapai Dunia Dengan Membaca




Menggapai Dunia Dengan Membaca


Oleh: Siti Mutohharoh
Kondisi minat baca masyarakat Indonesia saat ini dapat dikatakan sangat rendah dan rentan. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa banyaknya masyarakat yang kembali menjadi buta huruf karena ketrampilan membacanya tidak pernah asah. Rendahnya minat baca disebabkan karena masyarakat Indonesia belum menempatkan buku sebagai kebutuhan pokok setelah sandang, pangan dan papan,. Selain itu, ditengah maraknya multimedia dan pesatnya kemajuan teknologi, minat baca masyarakat kian menjadi masalah yang krusial.
Sebagai contoh, maraknya program tayangan televisi (TV) dan video game yang semakin menggoda. Masyarakat lebih senang dengan tayangan warna-warni yang hidup dari pada menyimak lembar demi lembar kertas yang membutuhkan sebuah penyimpulan atau menafsirkan sendiri. Namun ironisnya mereka lebih betah diam berjam jam lamanya hanya sekedar menonton tayangan sinetron-sinetron dan tayangan entertainment yang disajikan TV yang manfaatnya jauh lebih kecil. Tragisnya lagi, banyak dari sebagian masyarakat yang menjadikan TV bukan hanya sebagai tontonan , tapi beralih menjadi tuntunan dalam kehidupan mereka yang dampaknya bukan menjadikan hidup menjadi lebih baik, namun hanya menjadikan kemerosotan moral. Sehingga yang terjadi justru masyarkat tidak semakin membaik namun sebaliknya. Sehingga sangat perlu sekali agar keduanya dapat berjalan seimbang. Jika tidak, maka akan cenderung akan memiliki pola pikir yang simplistic serta kurang mempunyai daya kritis. Pada akhirnya, hal ini akan mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, kreativitas, dan perkembangan kognitif seseorang. Fenomena lain anak-anak sekarang lebih suka main game dan pergi ke playstation daripada membaca buku baik pelajaran maupun buku umum lainya, apalagi pergi ke perpustakaan.
Kita sadari bahwa membentuk kebiasaan membaca bukanlah proses langsung jadi (instan) namun membutuhkan waktu yang relative lama dan harus dilakukan secara kontinyu. Sebab minat baca bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja pada diri seseorang, melainkan harus dipupuk dan dibina sejak dini agar menjadi suatu kebiasaan yang baik bagi seseorang. Minat itu timbul karena adanya kebiasaan. Minat bisa diartikan sebagai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan menikmati suatu aktifitas disertai rasa senang tanpa terikat atau terpaksa. Sedangkan membaca merupakan kemampuan dan keterampilan untuk membuat suatu penafsiran terhadap bahan yang dibaca. Karena itulah membaca merupakan kegiatan intelektual yang dapat mendatangkan pandangan, sikap, dan tindakan yang positif. Fungsi dari membaca sendiri itu adalah dapat membuka cakrawala pengetahuan menjadi lebih luas, pengetahuan kita menjadi lebih bertambah sehingga menjadi manusia yang tidak picik.
Mengingat begitu pentingnya membaca, maka perlu adanya pembinaan minat baca terhadap masyarakat sebagai salah satu upaya ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu perlu adanya rangsangan yang bisa mempengaruhi minat baca masyarakat meningkat. Upaya tersebut diantaranya yaitu menyediakan buku-buku bacaan yang bermanfaat, menarik, bervariasi, dan dibutuhkan masyarakat, dan tentunya mudah dijangkau masyarakat. Lebih baiknya lagi bisa didapatkan secara cuma-cuma.
Disini perpustakaan menjadi solusi yang seharusnya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Karena perpustakaan berperan penting dalam mengembangkan minat dan budaya membaca yang menuju kebiasaan belajar mandiri, maka perpustakaan harus diperbaiki sistemnya. Jika itu perpustakaan sekolah, perpustakaan harus dibuka secara terjadwal dan teratur, jangan membatasi jam buka perpustakaan pada jam istirahat saja, karena bila itu dilakukan, maka perpustakaan sekolah tidak akan menjadi tempat untuk menyalurkan atau mengembangkan minat baca anak didik. Namun hanya berfungsi sebagai tempat pencarian bahan tugas bagi siswa, membuka jam pelayanan yang lebih panjang jika itu perpustakaan umum.
Selain itu para petugas perpustakaan atau pustakawan sendiri harus benar-benar terdidik, terampil dan professional dalam mengelola perpustakaan terutama dalam mengelola dan menentukan koleksi bahan pustaka dan penyajian tempat agar pengunjung merasa nyaman dan senang untuk sering mengunjungi perpustakaan dan memanfaatkan koleksi atau buku-buku yang ada.
Pengadaan dan pemanfaatan buku juga harus diperhatikan agar pengunjung dapat memanfaatkannya dengan baik, misalnya: tidak perlu banyak duplikasi karena koleksi buku akan menjadi sia-sia, cukup untuk setiap judul buku dua atau tiga eksemplar karena dana bisa digunakan untuk pembelian buku lain. Bahkan bila kekurangan dana bias satu eksemplar saja untuk satu judul sehingga bisa semakin banyak ilmu yang diserap oleh pembaca. Pilihan buku juga harus bervariasi, misalnya cerita rakyat, humor, petualangan, puisi, biografi, masalah remaja, nonfiksi, majalah, dsb. Karena selain merupakan pusat informasi bagi masyarakat perpustakaan juga merupakan tempat memperoleh bahan rekreasi sehat melalui buku-buku bacaan yang sesuai dengan tingkatan umur pembaca. Utamakan buku yang bermutu dan berkualitas karena dapat dijadikan sumber kreasi baru bagi masyarakat, hindari buku sarat moral, buku yang berisi pelecehan gender, buku yang mengetengahkan pelecehan social dan buku yang memburukkan agama lain, sering mengunjungi pameran buku karena biasanya ada beberapa buku yang dapat dijadikan referensi untuk tambahan koleksi perpustakaan.
Perpustakaan harus mampu menarik perhatian untuk selalu dikunjungi bukan hanya untuk mencari buku sebagai bahan-bahan atau referensi pembuatan tugas, tetapi untuk dikunjungi setiap saat sebagai sarana pengembangan minat baca dan penambah wawasan dan ilmu pengetahuan masyarakat. Perpustakaan harus mampu merubah citranya dimata masyarakat yang selama ini dianggap hanya sebagai gudang buku. Karena kita lihat realita saat ini banyak sekali perpustakaan baik perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, perpustakaan umum, dan jenis perpustakaan lainnya yang berdiri megah tetapi pengunjung atau peminatnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Mendayakan perpustakaan artinya mendayagunakan juga para pendidik yang sudah terampil berwawasan mengenai bagaimana menggunakan buku sebaik mungkin dan seefektif mungkin. Perpustakaan saat ini dituntut untuk mampu beradaptasi di era globalisasi untuk memenuhi kebutuhan pengguna secara relevan, akurat dan cepat. Buku yang menumpuk atau perpustakaan yang mewah tidak ada gunanya tanpa menjadikan perpustakaan sebagai pusat minat baca yang efektif dan efisien.

Siti Mutohharoh adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
simuth_34@yahoo.co.id
Berdomisili di Podok Pesantren Nurul Ummahat, Kotagede Yogyakarta

Rabu, 06 April 2011

PP NURUL UMMAHAT Kembangkan Wawasan Kebangsaan dan Kerukunan Beragama

PP NURUL UMMAHAT Kembangkan Wawasan Kebangsaan dan Kerukunan Beragama
Tanggal: Saturday, 26 January 2002 11:52
Topik: No 43 Th 54 Minggu IV Januari 2002


PEMBACA buku tamu di PP Nurul Ummahat, banyak yang heran. Sebagian besar tamu yang berkunjung justru dari kalangan non muslim. Tidak sedikit dari mereka yang ngelengke dari luar negeri khusus berkunjung ke pesantren asuhan KH Abdul Muhaimin ini. Dari Jepang, Amerika, Cina, Korea, Vatikan serta negara-negara lain.

Tamu dalam negeri, kebanyakan berasal dari pastoral maupun susteran. Calon pastor dan suster itu menyempatkan menginap di Nurul Ummahat. Kesan yang mereka tulis di buku tamu, rata-rata mengaku salut, ada pesantren yang terbuka dan bahkan proaktif menjalin kerjasama dengan kelompok nonmuslim.
Menurut KH Abdul Muhaimin, kedekatannya dengan penganut agama lain, merupakan sebagian dari visi Nurul Ummahat yang ingin mengembangkan wawasan kebangsaan. “Mengembangkan kerukunan antar umat merupakan salah satu pilar untuk memperkokoh semangat kebangsaan. Dalam wawasan kebangsaan, terdapat pula semangat demokrasi dan menghormati kelompok minoritas,” katanya.
Menurut Kiai Muhaimin, konsep pesantrennya banyak dipengaruhi pemikiran KH Muslimin Imampuro, pengasuh PP Al Mutaqin Pancasila Sakti, Klaten. Dari ulama sepuh yang lebih dikenal dengan naman Mbah Lim ini, ia banyak berguru tentang konsep wawasan kebangsaan serta implementasinya dalam dunia pesantren.
Sehingga, meski belum pernah nyantri di PP Al Mutaqien, Kiai Abdul Muhaimin mengakui, Mbah Lim merupakan salahsatu gurunya. “Terus terang, pemikiran beliau cukup menarik. Saya mencoba mencerna dan kemudian menerapkan di pesantren ini,” jelasnya.
Di komunitas kiai, kebijakan yang ditempuh Nurul Ummahat mengundang pro kontra. Bahkan, tidak sedikit ulama menentang keras sikap kooperatif terhadap agama lain itu. Paradigma yang mereka gunakan, antara murtad dan tidak murtad. Padahal, menurut Kiai Muhaimin, ada sisi lain di luar paradigma itu yang juga harus diperhatikan. Yaitu semangat kebersamaan dan kerukunan ummat.
***
PP NURUL Ummahat didirikan 1988. Latar belakang pendirian pesantren ini lebih didorong cita-cita orangtua Kiai Muhaimin, KH Marzuki (alm) yang menghendaki agar putera-puteranya mengembangkan syiar Islam melalui pesantren. “Kami memang keluarga santri. Bapak dan saudara-saudara saya semua menimba ilmu di pesantren,” aku alumnus PP Krapyak ini.
Pesantren ini mengkhususkan diri menampung santri puteri. Semua mahasiswi, baik strata satu maupun pasca sarjana. Sesuai semangat kebangsaan yang didengungkan, santriwati berasal dari pelbagai suku di tanah air. Dan sekarang, terdapat 40 santriwati. Semua tinggal di pesantren yang terletak di Prenggan Kotagede Yogya.
Mengasuh santri puteri yang semua mahasiswi, menurut Kiai Muhaimin perlu pendekatan khusus. Pola pikir serta pergaulan santri lumayan luas. Tidak bisa dikekang dengan pelbagai peraturan yang membelenggu. Hanya, untuk pergaulan dengan lawan jenis, pengasuh pesantren sangat selektif.
“Selepas jam lima sore, santri tidak boleh menerima tamu laki-laki. Bahkan, untuk telepon pun tidak diizinkan. Meski di sini dikembangkan semangat demokrasi, namun untuk etika pergaulan pesantren, tetap kami pegang teguh!” jelasnya.
Di pesantren sering diselenggarakan diskusi-diskusi ilmiah. Membahas pelbagai hal, termasuk dialog dengan tokoh non muslim. Selain ingin menambah wawasan santri, dari dialog tersebut diharapkan ketemu satu kesepahaman tentang bagaimana menciptakan kerukunan antar umat beragama.
Diakui Kiai Muhaimin, sikap proaktif merangkul tokoh non muslim, selain didasari kenyataan adanya pluralisme di Indonesia, juga belajar dari kisah hijrah Rasul yang dalam perjalanan pernah ditolong orang non muslim. “Logikanya, kalau Nabi saja bisa menghargai penganut agama lain, kenapa kita harus bermusuhan,” ujarnya.
Di Nurul Ummahat pula, deklarasi Forum Persaudaraan Ummat Beriman (FPUB) yang berangggotakan pendeta, pastor, kiai, biksu serta tokoh dari pelbagai aliran kepercayaan, bersatu. Dari gencarnya gerakan persaudaraan antar agama pula, Kiai Muhaimin dianugerahi Tasrif Award 2000 oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Penghargaan serupa pernah diberikan kepada Benyamin Mangkudilaga SH.
Dalam mengelola pesantren, Kiai Muhaimin didampingi sang isteri, Nyi Umi As’adah, hafidzah dari PP Sunan Pandanaran. “Untuk pengajar, santri senior banyak membantu. Mereka nyambi belajar menjadi ustadzah,” pungkasnya.
(Daryanto)

KH Abdul Muhaimin: Merangkai Keberagaman

Kamis, 13 Januari 2011 12:34
KH Abdul Muhaimin

KH Abdul Muhaimin: Merangkai Keberagaman

Oleh Irene Sarwindaningrum
Lewat berbagai kegiatan kemanusiaan yang digelutinya, KH Abdul Muhaimin memiliki misi lebih luas. Dia berupaya merajut kedamaian lintas agama dalam bingkai kebinekaan bangsa.
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummahat di Kotagede, Yogyakarta, itu berusaha mewujudkan misinya dengan beragam cara. Pada masa tanggap darurat erupsi Gunung Merapi, November 2010, KH Abdul Muhaimin (57) mengunjungi 13 gereja di DI Yogyakarta yang menampung pengungsi beragama Islam.
Kunjungan itu dilakukan setiap hari menjelang maghrib, selama hampir satu bulan. Di gereja-gereja itu KH Muhaimin memberikan siraman rohani kepada para pengungsi dan memimpin acara pengajian.
Sosok KH Muhaimin telah dikenal dalam berbagai gerakan perdamaian antaragama di Yogyakarta. Pada 24 Maret 1997, bersama 70 pemuka agama lainnya, KH Muhaimin mendeklarasikan berdirinya Forum Persaudaraan Umat Beragama (FPUB). Deklarasi dilakukan di Pondok Pesantren Nurul Ummahat yang didirikannya karena saat itu tidak ada yang berani menjadi tempat deklarasi FPUB.
Pendeklarasian FPUB berkaitan dengan seringnya terjadi kerusuhan yang mengatasnamakan agama. Hingga saat ini dia masih aktif sebagai Koordinator FPUB yang terus mengampanyekan perdamaian dalam keberagaman.
Kunjungan ke gereja-gereja yang dia lakukan saat erupsi Merapi merupakan salah satu upaya meredam konflik agama. Kegiatan ini dimulai menyusul peristiwa pengusiran 200 pengungsi Merapi dari Gereja Katolik Ganjuran, Bantul, DI Yogyakarta, oleh sekelompok orang.
"Kelompok ini mengusung isu Kristenisasi dan melarang pengungsi bernaung di gereja. Padahal, saya sama sekali tidak melihat adanya upaya Kristenisasi saat itu. Ulah kelompok ini justru menambah kekhawatiran pengungsi yang tengah gundah dan membuat pihak gereja ketakutan," katanya.
Erat hubungan
KH Muhaimin menuturkan, Al Quran memberikan kisah-kisah dramatis mengenai eratnya hubungan Muslim-Kristiani pada zaman dulu. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya tidak pernah ada masalah di antara agama-agama tersebut.
Menurut bapak delapan anak ini, meruncingnya konflik akibat perbedaan agama di Indonesia merupakan imbas dari politik internasional Amerika Serikat yang diskriminatif terhadap masyarakat Muslim. Kondisi ini juga dipicu oleh kebijakan yang menekan dari pemerintah Orde Baru.
"Masyarakat Indonesia sekarang ini sebenarnya korban dari semua keruwetan politik itu. Sebenarnya, bangsa Indonesia dari dulu adalah bangsa yang rukun dan bisa menghargai perbedaan," tuturnya.
Keprihatinan akan meningkatnya permasalahan karena perbedaan agama ini membuat KH Muhaimin mengambil tindakan-tindakan yang sering mendapat kecaman dari rekan-rekannya sendiri.
Kecaman ini datang salah satunya karena dia sering menerima undangan untuk memberikan sambutan dalam peringatan Natal. Jumat pekan pertama tahun 2011, KH Muhaimin kembali diundang memberikan sambutan dalam peringatan Natal di sebuah institusi pemerintah.
Dari tempat memberikan sambutan pada perayaan Natal itu, KH Muhaimin langsung berangkat ke masjid untuk shalat Jumat. "Kegiatan saya di gereja atau memberikan sambutan pada peringatan Natal tak mengurangi keislaman saya. Toh, saya tidak pernah mengikuti ritus agama lain," tuturnya.
Persahabatan
Namun, selain kecaman, keteguhan dan keterbukaannya dalam mengupayakan perdamaian lintas agama ini mendatangkan persahabatan dari beragam kalangan dan agama di seluruh dunia.
Sejak 1990-an, KH Muhaimin membuka pintu pondok pesantren asuhannya bagi semua pemeluk agama yang ingin mengetahui kehidupan masyarakat Islam di Indonesia. Dalam buku tamu pondok pesantren yang berada di tengah perkampungan itu tercatat banyak pemeluk agama lain, seperti pemuka agama Buddha, Katolik, Kristen, dan Hindu, dari dalam dan luar negeri.
Chika Yoshida, mahasiswi Buddha asal Universitas Chiba, Jepang, pernah tinggal di Pondok Pesantren Nurul Ummahat selama 1,5 bulan. "Satu-satunya komunitas Muslim yang tak bisa ditembus globalisasi adalah komunitas pesantren," tulis Yoshida di buku tamu.
Pondok pesantren khusus putri itu telah dikunjungi tamu dari 70 negara, termasuk komunitas agama dari Palestina, utusan Presiden AS Barack Obama, dan para biksu Buddha. Mereka meninggalkan kesan positif.
KH Muhaimin mengatakan, membuka pintu pondok pesantren adalah upaya memberikan jalan bagi masyarakat yang berbeda agama untuk belajar satu sama lain dan untuk saling menerima.
Kesadaran akan keberagaman itu tumbuh dari masa kanak-kanak Muhaimin. Terlahir dalam keluarga Nahdlatul Ulama di tengah masyarakat Muhammadiyah, Muhaimin telah mengenal perbedaan sejak kecil. "Saya selalu puasa dan merayakan Idul Fitri berbeda dengan para tetangga saya. Namun, bagi saya, perbedaan itu justru indah karena tetangga pun menghormati kami," tuturnya.
Erupsi Merapi meninggalkan beragam pekerjaan rumah untuk diselesaikan. Dia kini tengah sibuk membantu pembangunan kembali saluran-saluran air dan penghijauan kembali hutan lereng Merapi yang rusak akibat lahar dan awan panas.
Misi untuk merajut perdamaian dalam keberagaman itu masih terus diusungnya. Untuk pemasangan pipa air, misalnya, dia bekerja sama dengan biarawati Katolik di kawasan tersebut. Dia juga berkoordinasi dengan Yoseph Suyatno Hadiatmojo Pr, pastor di Gereja Somohitan, Girikerto, Turi, Sleman, Koordinator Kampanye Damai FPUB yang juga tengah memasang pipa saluran air di bagian barat Sungai Boyong.
Untuk penghijauan, KH Muhaimin merancang penanaman pohon oleh anak-anak dari berbagai agama. Di tangannya, kemanusiaan pun menjadi alat untuk menggapai kemanusiaan yang lebih luas.
*** KH Abdul Muhaimin
  • Lahir: Kotagede, Yogyakarta, 13 Maret 1953
  • Penghargaan: - Tasrif Award - Penghargaan dari Sultan Hamengku Buwono X sebagai Kiai Pemerhati Kebudayaan
  • Pekerjaan: - Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummahat, Kotagede, Yogyakarta.
  • Jabatan: - Koordinator FPUB - Ketua Konsorsium Toya Mili - Ketua Konsorsium Palem - Ketua Indonesia Conference on Religion and Peace - Dewan Pembina Impulse - Beberapa jabatan di organisasi nirlaba lainnya.
Sumber : Kompas Cetak | Kamis, 13 Januari 2011

Waktu

Waktu adalah
….. terlalu lambat bagi mereka yang menunggu
….. terlalu cepat bagi mereka yang takut
….. terlalu lama bagi mereka yang berduka
….. terlalu pendek bagi mereka yang bergembira
Tetapi bagi mereka yang jatuh cinta,
waktu itu tidak ada

(Henry VD, sebagaimana dikirimkan oleh Aslan S.Ked)